Kholid Syamhudi
Kewajiban kita atas karunia yang kita terima
Sesungguhnya wajib bagi kita bersyukur kepada Allah dengan cara melaksanakan kewajiban terhadap-Nya. Merupakan kewajiban karena nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita. Seseorang yang tidak melaksanakan kewajibannya kepada orang lain yang telah memberikan sesuatu yang sangat berharga baginya, ia adalah orang yang yang tidak tahu berterima kasih. Maka manusia yang tidak melaksanakan kewajibannya kepada Allah adalah manusia yang paling tidak tahu berterima kasih.
Apakah kewajiban yang harus kita laksanakan kepada Allah yang telah memberikan karuniaNya kepada kita? Jawabannya adalah karena Allah telah memberikan karuniaNya kepada kita dengan petunjuk ke dalam Islam dan mengikuti Nabi Muhammad , maka bukti terima kasih kita yang paling baik adalah dengan beribadah hanya kepada Allah secara ikhlas, mentauhidkan Allah , menjauhkan segala bentuk kesyirikan, ittiba’ (mengikuti) Nabi Muhammad , taat kepada Allah dan RasulNya , yang dengan hal itu kita menjadi muslim yang benar.
Muslim sejati ialah muslim yang mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah semata dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun, serta ittiba’ hanya kepada Nabi Muhammad . Oleh karena itu untuk menjadi seorang muslim yang benar, ia harus menuntut ilmu syar’i. Ia harus belajar agama Islam, karena Islam adalah ilmu dan amal shalih. Rasulullah r diutus Allah untuk membawa keduanya. Allah berfirman :
)هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ(
Dia-lah yang
telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur’an) dan agama
yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang
musyrik tidak menyukai. (QS At Taubah:33 dan Ash Shaf : 9).
Allah U juga berfirman :
) هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا(
Dia-lah yang
telah mengutus RasulNya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar
dimenangkanNya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi. (QS Al Fath : 28).
Yang dimaksud dengan الهُدَى (petunjuk) ialah ilmu yang bermanfaat, dan دِيْنُ الْحَقِ (agama yang benar) ialah amal shalih. Allah mengutus Nabi Muhammad untuk menjelaskan kebenaran dari kebatilan, menjelaskan tentang nama-nama Allah ,
sifat-sifatNya, perbuatan-perbuatanNya, hukum-hukum dan berita yang
datang dariNya, memerintahkan semua yang bermanfaat untuk hati, ruh dan
jasad. Beliau memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah semata-mata karena Allah , mencintaiNya, berakhlak dengan akhlak yang mulia, beramal shalih, beradab dengan adab yang bermanfaat. Beliau r melarang perbuatan syirik, amal dan akhlak yang buruk yang berbahaya untuk hati dan badan, dunia dan akhirat.1
Cara untuk mendapat hidayah dan mensyukuri nikmat Allah adalah dengan menuntut ilmu syar’i. Menuntut ilmu sebagai jalan yang lurus (ash shirathal mustaqim), untuk memahami antara yang haq dan bathil, yang bermanfaat dengan yang mudaharat (membahayakan), yang dapat mendatangkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Seorang muslim tidaklah cukup hanya menyatakan ke-Islamannya, tanpa memahami Islam dan mengamalkannya. Pernyataannya itu harus dibuktikan dengan melaksanakan konsekuensi dari Islam.
Untuk itu, menuntut ilmu merupakan jalan menuju kebahagiaan yang abadi. Seorang muslim diwajibkan untuk menuntut ilmu syar’i. Rasulullah r bersabda :
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ (رواه ابن ماجه 224 عن أنس بن مالك t )
Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim. (HR Ibnu Majah No. 224 dari shahabat Anas bin Malik t, lihat Shahih Jamiush Shagir, no. 3913)2
Keutamaan Ilmu dan Menuntutnya
Ilmu memiliki keutamaan, diantaranya :
1. Menuntut ilmu adalah jalan menuju Surga. Rasulullah bersabda :
…مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ
(رواه مسلم4/2074 رقم 2699 و غيره عن أبي هريرة t )
Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju Surga. (HR Muslim 4/2074 no. 2699 dan yang lainnya dari shahabat Abu Hurairah t).
2. Warisan para Nabi, sebagaimana sabda Rasululloh :
إِنَّ
الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ
يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ
فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ رَوَاه التِّرْمِذِيْ
Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar dan tidak pula dirham, namun hanya mewariskan ilmu. Sehingga siapa yang mengambil ilmu tersebut maka telah mengambil bagian sempurna darinya (dari warisan tersebut). (HR At Tirmidzie )
3. Allah mengangkat derajat ahli ilmu didunia dan akherat, sebagaimana firmanNya:
Hai
orang-orang yang beriman, apabila dikatakan
kepadamu:”Berlapang-lapanglah dalam majlis”, lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu.Dan apabila dikatakan:”Berdirilah kamu,
maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. 58:11)
4. Ilmu Pintu kebaikan dunia dan akherat, sebagaimana sabda Rasululloh :
مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
Barang siapa yang Allah inginkan padanya kebaikan maka Allah fahamkan agamanya.
Pentingnya ilmu syar’i
Kita senantiasa ditambahkan ilmu, hidayah dan istiqamah di atas keta’atan, bila kita menuntut ilmu syar’i.
Hal ini tidak boleh diabaikan dan tidak boleh juga dianggap remeh. Kita
harus selalu bersikap penuh perhatian, serius serta sungguh-sungguh
dalam menuntut ilmu syar’i. Kita akan tetap berada di atas ash-Shirathal Mustaqiim bila kita selalu belajar ilmu syar’i dan beramal shalih. Kalau kita
tidak perhatikan dua hal penting ini bukan mustahil Iman dan Islam kita
akan terancam bahaya. Iman kita akan terus berkurang dengan sebab
ketidaktahuan kita tentang Islam, Iman, Kufur, Syirik, dan dengan sebab
banyaknya dosa dan maksiyat yang kita lakukan ! Bukankah Iman kita jauh
lebih berharga daripada hidup ini ? Dari sekian banyak waktu yang kita
habiskan untuk bekerja, berusaha, bisnis, berdagang, kuliah dan lainnya,
apakah tidak bisa kita sisihkan sepersepuluhnya untuk hal-hal yang
dapat melindungi Iman kita ?
Saya tidaklah mengatakan bahwa setiap
muslim harus menjadi ulama, membaca kitab-kitab yang tebal dan
menghabiskan waktu sepuluh atau belasan tahun untuk usaha tersebut.
Minimal setiap muslim harus bisa menyediakan waktunya satu jam saja
setiap hari untuk mempelajari ilmu pengetahuan agama Islam. Itulah waktu
yang paling sedikit yang harus disediakan oleh setiap muslim, baik
remaja, pemuda, orang dewasa maupun yang sudah lanjut usia. Setiap
muslim harus memahami esensi ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih
menurut pemahaman salafush shalih. Oleh karena itu ia harus tahu agama
Islam dengan dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah sehingga ia dapat
mengamalkan Islam ini dengan benar. Tidak banyak waktu yang dituntut
untuk memperoleh pengetahuan agama Islam. Bila Iman kita lebih berharga
dari segalanya, maka tidak sulit bagi kita untuk menyediakan waktu 1 jam
( enam puluh menit ) untuk belajar tentang Islam setiap hari dari waktu
24 jam ( seribu empat ratus empat puluh menit).
Ilmu syar’i mempunyai keutamaan yang
sangat besar dibandingkan dengan harta yang kita miliki. Imam Ibnul
Qayyim al-Jauziyah rahimahullahu (wafat tahun 751 H) menjelaskan
perbedaan antara ilmu dengan harta.
Kemuliaan ilmu atas harta3
- Ilmu adalah warisan para Nabi, sedang harta adalah warisan para raja dan orang kaya.
- Ilmu itu menjaga yang empunya, sedang pemilik harta menjaga hartanya.
- Ilmu adalah penguasa atas harta, sedang harta tidak berkuasa atas ilmu.
- Harta bisa habis dengan sebab dibelanjakan, sedang ilmu justru bertambah dengan diajarkan.
- Pemilik harta jika telah meninggal dunia, ia berpisah dengan dengan hartanya, sedang ilmu mengiringinya masuk ke dalam kubur bersama para pemiliknya.
- Harta bisa didapatkan oleh siapa saja baik orang beriman, kafir, orang shalih dan orang jahat, sedang ilmu yang bermanfaat hanya didapatkan oleh orang yang beriman saja.
- Sesungguhnya jiwa menjadi lebih mulia dan bersih dengan mendapatkan ilmu, itulah kesempurnaan dirinya dan kemuliaannya. Sedang harta, ia tidak membersihkan dirinya, tidak pula menambahkan sifat kesempurnaan dirinya, malah jiwanya menjadi berkurang dan kikir dengan mengumpulkan harta dan menginginkannya. Jadi keinginannya kepada ilmu adalah inti kesempurnaannya dan keinginannya kepada harta adalah ketidaksempurnaannya dirinya.
- Sesungguhnya mencintai ilmu dan mencarinya adalah akar semua ketaatan, sedangkan mencintai harta dan dunia adalah akar semua kesalahan.
- Sesungguhnya orang berilmu mengajak manusia kepada Allah dengan ilmunya dan akhlaknya, sedang orang kaya itu mengajak manusia ke neraka dengan harta dan sikapnya.
- Sesungguhnya yang dihasilkan dengan kekayaan harta adalah kelezatan binatang. Jika pemiliknya mencari kelezatan dengan mengumpulkannya, itulah kelezatan ilusi. Jika pemiliknya mengumpulkan dengan menggunakannya untuk memenuhi kebutuhannya syahwatnya, itulah kelezatan binatang. Sedang kelezatan ilmu, ia adalah kelezatan akal plus ruhani yang mirip dengan kelezatan para malaikat dan kegembiraan mereka. Antara kedua kelezatan tersebut (kelezatan harta dan ilmu) terdapat perbedaan yang mencolok.
Faktor Pembantu Dalam Menuntut Ilmu
Faktor pembantu dalam keberhasilan menuntut ilmu sangat banyak sekali, diantaranya:
- Taqwa
- Do’a
- konsistensi dan kontinyuitas dalam menuntut ilmu
- Menghafal
- Mulazamah ulama
Cara Tahshiel Ilmu
Ada dua cara mendapatkan ilmu :
- dengan menelaah dan mangambilo ilmu dari kitab-kitab yang terpercaya yang telah ditulis para ulama yang sudah dikenal aqidah dan amanahnya
- Dengan menerima langsung dari guru yang terpercaya kelilmuan dan kesholehannya. Cara inilah yang paling cepat dan gampang dalam mengambil ilmu agama.
Demikianlah ringkasan makalah ini, mudah-mudahan bermanfaat.
(makalah ini wakaf dan diperbolehkan siapa
saja yang mau mengcopi, menukil dan menyebarkannya baik dengan nama
penulis ataupun tidak)Sumber